Makalah Ekonomi islam Uin Ar-raniry Aceh

Makalah Ekonomi islam Uin Ar-raniry Aceh

PRINSIP KONSUMSI DALAM PERILAKU KONSUMEN DALAM EKONOMI ISLAM

TUGAS
disususn untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Islam pada jurusan Perbankan Syariah




Dosen Pembimbing
Ikhsan Fajri, M.A



Oleh:

Mukhtisar (160603168)
Ade Ardiansyah (160603166)
Reza Iswanda (160603167)






FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2016

DAFTAR ISI



DAFTAR ISI........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

BAB I     PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.      Latar Belakang............................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah.......................................................................... 1

BAB II   PEMBAHASAN ....................................................................................  2
A.    Prinsip Konsumsi menurut Islam..................................................... 2
B.    Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam....................................... 3


BAB III  PENUTUP............................................................................................... 6
A.     Kesimpulan ....................................................................................  6
B.     Saran  ..............................................................................................  6
                         

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 7











KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Banda Aceh, 19 November 2016

Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setiap insane yang hidup didunia selalu melakukan aktifitas perekonomian terutama aktifitas konsumsi. Aktifitas konsumsi tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita sehari hari. Konsumsi ini pun dilakukan atas dasar kebutuhan dan keinginan yang melihat pada pendapatan setiap masing-masing individunya. Semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya walau mungkin banyak hal belum terlalu perlu dikonsumsi.
Terlihat dari pendapat yang diungkapkan oleh james desenbery bahwa memang tingkat konsumsi masyarakat tergantung dari pendapatannya bahkan konsumen tidak akan mengurangi konsumsinya untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, inilah yang diajarkan dalam teori konvensional bahwa ketika kita mengkonsumsi sesuatu bagaimana kita dapat memperoleh keinginan dan kepuasan yang kita harapkan walau itu bisa saja medzalimi orang lain karena sikap berlebih-lebihan.
Dalam islam hal transaksi ekonomipun diatur terutama dalam hal konsumsi karena apa-apa yang dianugerahkan kepada Allah di muka bumi ini adalah anugerah terindah yang harus dimanfaat oleh setiap umat guna menuju kesejahteraan atau falah. Bukan berlebih-lebihan dalam berkonsumsi walaupun kita mempunyai pendapatan yang banyak sebagaimana diatur dalam Al Quran;
”Makan dan minumlah, namun janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” ( Q.S 7: 31).
Jelaslah bahwa ketika kita berkonsumsi pun tidak layak untuk berlebih-lebihan. Dalam ekonomi islam hendaknya setiap transaksi perekonomian terutama transaksi konsumsi, bagaimana transaksi-transaksi tersebut dapat mendekatkan diri kepada Allah. Bukan hanya keinginan hawa nafsu yang dperturutkan ketika kita mengkonsumsi barang karena dalam pendapatan kita pun ada hak-hak orang lain.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya konsumsi dalam ekonomi islam, maka kami mencoba membahasnya dalam makalah ini.
B.     Rumusan  Masalah
Dari rumusan masalah diatas, dapat dimuskan masalahnya sebagai berikut :
1.      Prinsip Konsumsi menurut Islam
2.      Prilaku Konsumen dalam ekonomi islam




BAB II
PEMBAHASAN

A.          Prinsip Konsumsi menurut Islam
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur`an Allah SWT mengutuk dan membatalkan argument yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini.[1]
Bila dikatakan kepada mereka, “ belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang diberikan-Nya kepadamu,” orang-orang kafir itu berkata, “ apakah kami harus member makan orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan? Sebenarnya kamu benar-benar tersesat.” ( QS 36 : 47 )
Dalam Ekonomi Islam, konsumsi diakui sebagai salah satu perilaku ekonomi dan kebutuhan asasi dalam kehidupan manusia. Perilaku konsumsi diartikan sebagai setiap perilaku seorang konsumen untuk menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun Islam memberikan penekanan bahwa fungsi perilaku konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia baik jasmani dan ruhani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba dan khalifah Allah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.[2]
Dalam ekonomi islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar sebagai berikut :
1.      Prinsip Keadilan.
Syarat ini mengandung arti ganda bahwa rezeki yang dikonsumsi haruslah yang halal dan tidak dilarang hukum. Misalnya dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain nama Allah, ( Q.S Al- Baqarah 2 : 173 ). Tiga golongan pertama dilarang karena hewan-hewan ini berbahaya bagi tubuh sebab yang berbahaya bagi tubuh tentu berbahaya pula bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung membahayakan moral dan spiritual, karena seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan tuhan. Kelonggaran diberikan bagi orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.


2.      Prinsip Kebersihan.
Obyek konsumsi haruslah sesuatu yang bersih dan bermanfaat. Yaitu sesuatu yang baik, tidak kotor, tidak najis, tidak menjijikkan, tidak merusak selera, serta memang cocok untuk dikonsumsi manusia.
3.      Prinsip Kesederhanaan.
Konsumsi haruslah dilakukan secara wajar, proporsional, dan tidak berlebih-lebihan. Prinsip-prinsip tersebut tentu berbeda dengan ideologi kapitalisme dalam berkonsumsi yang menganggap konsumsi sebagai suatu mekanisme untuk menggenjot produksi dan pertumbuhan. Semakin banyak permintaan maka semakin banyak barang yang diproduksi. Disinilah kemudian timbul pemerasan, penindasan terhadap buruh agar terus bekerja tanpa mengenal batas waktu guna memenuhi permintaan. Dalam Islam justru berjalan sebaliknya: menganjurkan suatu cara konsumsi yang moderat, adil dan proporsional. Intinya, dalam Islam konsumsi harus diarahkan secara benar dan proporsional, agar keadilan dan kesetaran untuk semua bisa tercipta.
4.      Prinsip kemurahan hati.
Makanan, minuman, dan segala sesuatu halal yang telah disediakan Tuhan merupakan bukti kemurahanNya. Semuanya dapat kita konsumsi dalam rangka kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik demi menunaikan perintah Tuhan. Karenanya sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan kemurahan hati. Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan yang ada pada kita kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat membutuhkannya.
5.      Prinsip moralitas.
Kegiatan konsumsi itu haruslah dapat meningkatkan atau memajukan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebutkan nama Allah sebelum makan, dan menyatakan terimakasih setelah makan adalah agar dapat merasakan kehadiran ilahi pada setiap saat memenuhi kebutuhan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.[3]

B.           Perilaku Konsumen dalam ekonomi islam
Perilaku konsumen adalah kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan kepuasanya. Konsumen mencapai keseimbanganya ketika dia memaksimalkan pemanfaatanya sesuai dengan keterbatasan penghasilan, yakni: ketika rasio-rasio pemanfaatan-pemanfaatan marginal dari berbagai komoditas sama dengan rasio-rasio harga-harga uangnya masing-masing.[4]
Dalam paradigma ekonomi konvensional perilaku konsumen didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme dan rasionalitas semata. Prinsip ini menuntut adanya perkiraan dan pengetahuan mengenai akibat yang dilakukan.Prinsip ini mendorong konsumen untuk memaksimalkan nilai guna dengan usaha yang paling minimal dengan melupakan nilai-nilai kemanusian. Akibatnya tercipta individualisme dan self interest. Maka keseimbangan umum tidak dapat dicapai dan terjadilah kerusakan dimuka bumi.[5]
Berbeda dengan Islam yang mengingatkan bahwa harta yang dimiliki manusia adalah titipan Allah, bukan tujuan namun sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik jasmani dan rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba dan khalifah Allah untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Q.S Al-Hadid : 7, Hud : 61) .
Perilaku konsumen Islami didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan dan mengintegrasikan keyakinan dan kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas berdasarkan Alquran dan Sunnah. Islam memberikan konsep pemuasan kebutuhan dibarengi kekuatan moral, ketiadaan tekanan batin dan adanya keharmonisan hubungan antara sesama. 
Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah Swt.
Dapat kita simpulkan Perilaku konsumen dalam ekonomi islam diantaranya harus meliputi : 
1.      Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari: Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk ketaatan untuk beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk dan khalifah yang nantinya diminta pertanggungjawaban oleh Pencipta. (QS. Al-An’am : 165). Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus mengetahui ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya. Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut, seseorang dituntut untuk menjalankan apa yang sudah diketahui, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang haram dan syubhat. 
2.      Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam, di antaranya: Sederhana, yaitu mengkonsumsi secara proporsional tanpa menghamburkan harta, bermewah-mewah, mubazir, namun tidak juga pelit (QS. Al-Isra: 27-29, Al-A’raf:31).Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang. Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri. 
3.      Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu: Primer, adalah konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya dunia dan agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok. Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik, jika tidak terpenuhi maka manusia akan mengalami kesusahan. Tersier, yaitu konsumsi pelengkap manusia. 
4.      Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sehingga Islam   mewajibkan zakat bagi yang mampu juga menganjurkan sadaqah, infaq dan wakaf. Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi  baik dalm keluarga atau masyarakat . Tidak membahayakan orang yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak merugikan dan memberikan madharat ke orang lain seperti merokok di tempat umum.[6]
























BAB III
PENUTUP

A.    . Kesimpulan
Dalam Ekonomi Islam, konsumsi diakui sebagai salah satu perilaku ekonomi dan kebutuhan asasi dalam kehidupan manusia. Perilaku konsumsi diartikan sebagai setiap perilaku seorang konsumen untuk menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun Islam memberikan penekanan bahwa fungsi perilaku konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia baik jasmani dan ruhani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba dan khalifah Allah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.
Dalam ekonomi islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar sebagai berikut :
1.      Prinsip keadilan.
2.      Prinsip Kebersihan.
3.      Prinsip Kesederhanaan.
4.      Prinsip kemurahan hati.
5.      Prinsip moralitas.
Perilaku konsumen Islami didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan dan mengintegrasikan keyakinan dan kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas berdasarkan Alquran dan Sunnah. Islam memberikan konsep pemuasan kebutuhan dibarengi kekuatan moral, ketiadaan tekanan batin dan adanya keharmonisan hubungan antara sesama. 
Dapat kita simpulkan Perilaku konsumen dalam ekonomi islam diantaranya harus meliputi : 
1.      Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari: Prinsip akidah, Prinsip ilmu, Prinsip amaliah.
2.      Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam, di antaranya: Sederhana, yaitu mengkonsumsi secara proporsional tanpa menghamburkan harta,
3.      Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu: Primer, Sekunder, dan Tersier,
4.      Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat,
B. Saran
Demikianlah Makalah dari kami, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk menjadikan lebih baik,dan semoga bermafaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni Solihan ,Fikih Ekonomi Umar bin AI-Kaththab, Jakarta, Khalifa, 2010.
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2005.
Nur Rianto, Dasar-dasar Ekonomi Islam,  Solo, PT. Era Adicitra Intermedia, 2011.
Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010.
Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.





[1] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2005, hlm 92

[2] Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm. 44.
[3] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2005, hlm 93-94
[4] Nur Rianto, Dasar-dasar Ekonomi Islam,  Solo, PT. Era Adicitra Intermedia, 2011, hlm 140
[5] Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm 61
[6] Asmuni Solihan ,Fikih Ekonomi Umar bin AI-Kaththab, Jakarta, Khalifa, 2010, hlm 182-185




Contact Us

Name

Email *

Message *

Back To Top